Cari Blog Ini

Kamis, 21 Juni 2012

KONSEPSI PENCIPTAAN ALAM SEMESTA


  1. Pengertian Penciptaan

Penciptaan adalah suatu proses mewujudkan gagasan dalam kenyataan. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia senantiasa terlibat dalam proses penciptaan , antara lain menciptakan gedung-gedung yang berlomba makin tinggi seakan-akan ingin mecakar langit, membangun jalan layang untuk mengatasi kemacetan karena semakin banyaknya kenderaan-kenderaan yang harus diproduksi, menciptakan konsep-konsep pembangunan yang baru sesuai dengan perubahan yang senantiasa terjadi dalam kehidupan manusia, dan seterusnya. Manusia selalu ingin yang baru, menggantikan yang lama, yang dirasa sudah usang. Keinginan memasuki pengalaman yang baru atau kebaruan, telah mendorong manusia untuk memasuki medan penciptaan yang tak pernah mandek, dan dengan kemampuan kreatifnya ia menjelajahi bahkan menghadirkan bayangan hari depan ke kekinian.

Analisis literer menunjukkan bahwa kata penciptaan mengandung beberapa bagian atau komponen yaitu adanya pencipta atau pelaku penciptaan, adanya bahan atau material yang dipakai, cara atau metodae penciptaan, transformasi dan model khusus dari hasil akhir atau penggunaannya. Proses penciptaan bermula dari adanya pencipta yang memikirkan sesuatu hal. Sesuatu hal itu difikirkan menjadi suatu konsep berupa gugusan ide yang meliputi bentuk atau model, konstruksi, ukuran kekuatan atau kapasitas serta tujuan atau hasil yang ingin dicapainya. Setelah konsep itu jelas, dengan kekuatan tenaga yang dimiliki, kemudian proses penciptaan itu dimulai dalam ruang dan waktu tertentu, dengan menggunakan bahan tertentu pula sesuai dengan standar yang sudah ditetapkan, maka jadilah suatu wujud baru, bentuk baru dari sesuatu yang sebelum tidak ada.

Nyatalah bahwa dalam kehidupan ini, tidak ada sesuatu yang terjadi dengan sendirinya atau kebetulan. Kualitas suatu kejadian atau produk sepenuhnya ditentukan oleh kualitas penciptanya. Oleh karena itu, kualitas ciptaan manusia jauh lebih rendah daripada ciptaan Tuhan. Dalam setiap ciptaan Tuhan terdapat di dalamnya mekanisme control yang bekerja secara otomatis untuk memperbaiki atau menggantikan kerusakan yang terjadi. Sebaliknya dalam ciptaan manusia tidak terdapat di dalamnya mekanisme control yang bekerja secara otomatis, untuk melakukan perbaikan atau penggantian sesuatu yang rusak. Akibatnya manusia harus selalu awas terhadap hasil ciptaannya, mengontrolnya terus-menerus agar tidk mencelakakan dirinya, karena kelalian akan fatal akibatnya.

Kenyataan tidak adanya mekanisme control bagi ciptaan manusia menyebabkan adanya ketergantungan yang penuh kepadanya, dab akibatnya akan sangat luas dalam kehidupan masyarakat. Jika moralitas  manusia rendah, maka ilmu dan teknologi srta wujud kebudayaan lainnya sebagainya produk manusia, tidak mustahil akan mengakibatkan bencana, karena digunakan bukan untuk tujuan-tujuan yang baik. Demikian juga sebaliknya, jika moralitas manusia kuat, maka ilmu dan teknologi akan meyemaikan harapan dan kesejahteraaan  bagi kehidupan bersama.

Dengan demikian, penciptaan bagi manusia merupakan tanggung jawab moral. Dalam setiap upaya penciptaan selalu terkandung di dalamnya tujuan. Penciptaan yang mempunyai tujuan-tujuan yang bertentangan dengan moralitas atau kemanusian pada hakekatnya merupakan upaya penghancuran, penghancuran terhadap eksistensi manusia sendiri.Sebaliknya, penciptaan yang didasarkan moralitas dan untuk tujuan-tujuan kemanusiaan pada hakikatnya adalah upaya peneguhan, peneguhan eksistensi manusia. Eksistensi manusia makin teguh oleh aktivitas penciptaannya.

Sesungguhnya penciptaan adalah suatu aktivitas yang sangat menentukan bagi adanya eksistensi. Eksistensi Tuhan sepenuhnya melekat pada penciptaaan, karenanya dalam ciptaan Tuhan termuat eksistensi dari Tuhan. Kesempurnaan dan keteraturan srta keseimbangan yang terkandung dalam ciptaaan Tuhan adalah merupakan wujud kesempurnaan Tuhan.

Penciptaan bagi manusia adalah aktivitas yang menentukan eksistensinya di dunia ini. Kemampuan penciptaan yang dimilikinya merupakan anugrah Tuhan yang paling berharga bagi kehidupannya. Tantang dan perubahan yang terus-menerus terjadi dalam kehidupannya mengharuskan manusia memberikan jawaban dan jawaban itu sesungguhnya merupakan bagian tak terpisahkan dari kemampuannya menciptakan, menciptakan sesuatu dri sesuatu yang ada mendahuluinya.

2. Penciptaan Dalam Al-Qur’an

Dalam al-Qur’an dinyatakan bahwa Allahlah yang Pencipta semua yang ada ini.
-        Allah adalah al-Khaliq. Al-Qur’an mengatakan dalam surat ar-Ra’d (13:16) :

“Katakanlah:’Siapakah Tuhan langit dan bumi?’ Jawabnya Allah. Katakanlah: ‘Maka patutkah kamu mengambil pelindung-pelindung dari selain Allah, padahal mereka tidak menguasai kemanfaatan dan tidak (pula) kemudharatan bagi diri mereka sendiri?’ Katakanlah: ‘Adakah sama orang buta dan yang dapat melihat, atau samakah gelap-gulita dan terang-benderang, apakah mereka menjadikan beberapa sekutu bagi Allah yang dapat menciptakan seperti ciptaan-Nya sehingga kedua ciptaaan itu serupa menurut pandangan mereka?’ Katakanlah: ‘Allah adalah pencipta segala sesuatu dan Dia-lah Tuhan Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa”.

-        Penciptaan semua yang ada ini langit dan bumi seisinya menurut  al-Quran berlangsung dalam waktu tertentu. Al-Qur’an mengatakan dalam surat al-‘Araf ayat 54, dan dapat dilihat juga dalam surat 10 :3, 11: 7, 25: 59, 32: 4, 57:4, 50: 38.

-        Penciptaan itu bermula dari air. Al-Qur’an mengatakan dalam surat 21: 30, 11: 7,  dan dapat dilihat juga dalam surat 41: 11-12.

-        Penciptaan itu tidaklah sia-sia, tanpa manfaat ataupun makna. Penciptaan itu sama sekali bukan main-main. Al-Qur’an mengatakan dalam surat 21: 16, dan dapat dilihat juga dalam surat 44: 38-39.

-        Bagi manusia, penciptaan semua itu hendaknya menjadikan ia ingat terhadap kekuasaan Allah dan tunduk pada hukum-hukum-Nya. Al-Qur’an menyatakan dalam surat 10: 3.

-        Selanjutnya al-Qur’an menegaskan bahwa dalam penciptaan semua yang ada itu, terdapat ayat-ayat yaitu tanda-tanda kebesaran Allah, yang hendaknya menjadi bahan renungan dan pemikiran manusia. Al-Qur’an menyatakan dalam surat 2: 164.

Pengungkapan Al qur’an tentang Penciptaan Alam Semesta dalam bentuk kata :

1.     KHALIQ

-        Kata khaliq ini sebanyak 13 kali yang tersebar dalam 9 surat. 11: 7, 10 : 3, 25: 59, 32: 4, 57:4, 50: 38. 41: 9,10,11,12. 65:12. 51:47. 21:30.

2. BAD’

Kata  Bad’ ini sebanyak 4 kali dalam 4 surat, 2 : 117, 6:101, 46:9. 57: 27.

3. FATHIR
 
Kata Fathir ini 20 kali dalam 17 sura. 6:14,79. 11:51. 12:101. 14:10. 17:51. 20:72. 21:56. 30:30. 35:1. 36:22 .39:46. 42:11. 43:27

3  Proses Penciptaan Alam Semesta

Membicarakan proses penciptaan alam semesta, bukan berarti Allah menciptakan sesuatu berhadapan hadapan satu dengan yang lainnya , seperti manusia melakukan suatu perbuatan. Jangan dibayangkan seperti itu, sulit bagi manusia untuk memahami manakala kita masih meletakan posisi serperti apa yang dilakukan oleh manusia.
Al Qur’an memberikan informasi tentang bagaimana alam ini diciptakan dalam surat 11 : 7 dengan arti :

Dan Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa dan adalah ‘Arsy-Nya di atas (al-ma) air, agar Dia menguji siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya, dan jika kamu berkata (kepada penduduk Mekkah) sesungguhnya kamu akan dibangkitkan sesudah mati, niscaya orang-orangyang kafir itu akan berkata ini tidak lain hanyalah sihir yang nyata”

-        Ayat  ini  yang senada dengan ayat tersebut diatas 7 : 54,. 10 : 3, 25: 59, 32: 4, 57:4, 50: 38. 41: 9,10,11,12. 65:12. 51:47. 21:30.

Dari ayat-ayat di atas ini, pernyataan senada tentang proses penciptaan alam semesta. Terjemahan yang diungkap tentang kalimat “Wahuwal lazi  khalaqas sama’wati wal ardhi fi sittati ayyam wa kana arsy alal ma’” diartikan dalam terjemahan al Qur’an yang diterbitkan oleh Departemen Agama “Dan Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enan masa dan arsy Nya di atas air”.

Semetara itu dalam pengertian lain kalimat “Wahuwal lazi  khalaqas sama’wati wal ardhi fi sittati ayyam wa kana arsy alal ma’” diartikan atau diterjemahakan  “Dan Dialah yang menciptakan ruang alam (al sama’) dan materi (al ardhi) dalam enan masa dan arsy Nya di atas al ma’”.

Yang dimaksud dengan pengertian arsy adalah singgasana atau kekuasaan yang dimiliki Allah, berada di atas  al ma’. Dalam terjemahan yang dipahami selama ini al ma’ ini diartikan dengan kata air, sementara dalam bahasa ilmu pengetahuan alam atau fisika, kimia kata  al ma’ diartikan sop kosmos atau zat alir.

Kata al-sama’, yang lazim diartikan dengan  kata langit – harus dipahami sebagai ruang alam yang di dalamnya terdapat galaksi-galaksi, bintang-bintang dan lainnya. Hal ini untuk menghidari konsep yang keliru tentang  pengertian langit yang dipahami sebagai bola super raksasa yang mewadahi seluruh ruang alam.  Sedangkan kata al-ardh  yang biasa diartikan dengan kata bumi – di sini lebih tepat dipahami dengan materi, yaitu bakal bumi, yang sudah ada sesaat setelah Allah menciptakan jagat raya.. Karena menurut penelitian ilmuwan, bumi baru terbentuk sekitar 4,5 miliyar tahun yang lalu di sekitar matahari, dan tanah di bumi kita ini baru terjadi sekitar 3 miliyar tahun yang lalu sebagai kerak di atas magma. Demikian pula dengan al ma’  lebih tepat diartikan dengan zat alir atau sop kosmos ketimbang dengan kata air. Sementara air terdiri dari atom oksigen dan atom-atom hydrogen dalam fase penciptaan alam belum dapat berbentuk dan isi alam ketika itu merupakan radiasi dan materi yang ada pada suhu yang sangat tinggi itu wujudnya lain daripada air yang ada sekarang ini.

Dari informasi  tentang ayat-ayat proses penciptaan alam semesta tersebut ada tiga bentuk kata yang erat kaitannya dengan proses penciptaan alam tersebut adalah kahlq, bad, dan fathr, tidak ditemukan redaksi ayat dengan penjelasan yang tegas. Apakah alam semesta ini diciptakan dari materi yang sudah ada atau dari ketidakadaan. Jadi ketiga bentuk kata itu hanya menjelaskan bahwa Allah Pencipta alam semesta tanpa menyebutkan dari ada atau tiada.

Kemudian proses berikutnya, seperti yang digambarkan dalam surat al-biya’/20:30, ruang alam (al-sama’) dan materi (al-ardh) sebelum dipisahkan Allah adalah sesuatu yang padu. Jadi alam semesta ketika itu merupakan satu kumpulan . kata kunci yang mengarahkan untuk disimpulkan demikian, ialah kata ratq dan fatq. Kata ratq menunjukkan alam semesta pada awal penciptaannya. Sedangkan kata fatq menunjukkan pula tentang proses penciptaannya lebih lanjut. Perlu dipertanyakan, bagaimana bentuk kesatuan sesuatu yang padu (ratq) itu?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut di atas, memang dirasakan amat sulit, karena al Qur’an tidak memberikan petunjuk-petunjuk ke arah itu.  Kesimpulan sementara hanya dapat dikatakan bahwa sebelum terjadi ruang alam (al-sama’) dan materi (al-ardh) seperti sekarang, alam semesta merupakan satu kesatuan yang bersifat padu.

Rangkaian proses berikutnya, setelah terjadi pemisahan oleh Allah alam semesta mengalami proses transisi fase membentuk dukhan.
Hal ini diperoleh dari pernyataan surat Fushshilat 41:11 yang berbunyi artinya : Kemudian Allah menuju penciptaan ruang alam (al-sama), yang ketika itu penuh “embunan

Kata Dukhan dalam al Qur’an hanya ditemukan dua kali. Memuatnya satu kali dalam surat Fushshilat 41:11 dan satu lagi dalam surat al-dukhan/ 44 :10. Akan tetapi kata dukhan yang terdapat dalam surat dukhan, tidak berbicara tentang proses penciptaan alam semesta seperti dalam surat Fushshilat.

Sehubungan dengan tidak adanya al Qur’an menjelaskan apa sesungguhnya yang dimaksud dengan kata Dukhan, karena itu beberapa referensi berusaha menafsirkan kata ini. Bucaille memahami kata ini sebagai asap yang terdiri dari stratum ( lapisan) gas dengan berbagai-bagai yang kecil yang mungkin memasuki tahap keadaan keras atau cair dan dalam suhu rendah atau tinggi. Ibn Kasir menafsirkan dengan sejenis uap air. Ada juga yang melukiskan kehalusan dan keringan sifat dukhan.

Supaya tidak terjadi kekeliruan dalam menangkap maksud kata dukhan yang dihunbungakan dengan proses penciptaan alam semesta, maka seharusnya kata ini dipahami dengan hasil temuan sains yang telah terandalkan kebenarannya secara emperis. Agar tidak menjadi suatu kesalahan bagi yang mengatakan bahwa ruang alam (al-sama’) berasal dari materi sejenis dukhan. Bukan pulah menunjukkan materi asal dari ruang alam (al-sama’) akan tetapi ia menjelaskan tentang bentuk alam semesta ketika berlangsung fase awal penciptaannya. Hal ini perkuat dengan hasil temuan ilmuwan bahwa pada suatu ketika dalam penciptaan terjadnya ekspansi yang sdangat cepat sehingga timbul “kondensasi” di mana energi berubah menjadi materi.

Sebagaimana dukhan al quran juga menunjukkan bahwa zat alir atau sop kosmos (al-ma’) telah ada sebagai salah satu konisi terwujudnya alam semesta. Dengan kata lain, sebelum alam semesta terbentuk sekarang ia mengalami bentuk atau sifat semacam zat alir atau sop kosmos.

Jadi, seperti yang telah disinggu sebelumnya, pembicaraan al-ma’ (zat alir) dalam surat Hud/ 11:7 erat kaitanya dengan proses penciptaan alam semesta, sedang surat albaiya’/21:30 menjelaskan al-ma’ (air) sangat dibutuhkan dalam kehidupan atau dari air diciptakan sekalian makhluk hidup. Surat al biya’ ini diperkuat dalam surat al- Nur/ 24:45 bahwa Allah telah menciptakan semua jenis hewan dari air.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kata al-ma dalam al qur’an dapat diartikan sebagai zat alir secara umum . zat ini mempunyai wujud yang berbeda ketika alam semesta dalam proses penciptaan, dan ia juga merupakan syarat mutlak untuk terjadinya kehidupan.
Kemudian daoam al qur’an berturut-turut disebut bahwa alam semesta diciptakan selama enam masa (tahap) atau priode. Secara global dalam surat hud/ 11:7, 32:4, 41:9-12, 10:3, 7:54, 25:59, 50:38, 57:4,. Enam tahap tau priode tersebut bukanlah menunjukkan urut-urutandalam penciptaan al-sama’ (ruang alam) dan al-ardh (materi) serta lainnya, tetapi ia harus dipandang sebagai tahapan atau priode penciptaan alam semesta secara keseluruhan dalam waktu yang sama.
Kata yaum dengan jamaknya ayyam (tahapan atau priode) dalam al qur’an bukanlah dimaksud batasan waktu antara terbenamnya matahari hingga terbitnya matahari seperti hari di bumi. Menurut kalam arab dan kebanyakan ayat-ayat al qur’an, kata ini dipakaikan kepada suatu masa atau periode (juz’min al-zaman) yang kadarnya tidak dapat ditentukan dan tidak ada seorang pun yang mengetahui hakikatnya secara pasti kecuali Allah.. Jika diterjemahkan satu hari sama dengan hari dunia sekarang ini tentu tidak logis dan ia juga bertentasngan dengan ayat-ayat al qur’an yang lain. Yang dimaksudkan tidak logis  adalah  satu hari  yang dimasudkan dalam al qur’an tidak sama dengan satu hari yang dirasakan oleh manusia saat sekarang sebagaimana yang diungkap oleh al qur’an dalam surat 22 :47, 32, 5, 70 :4

“Dan mereka meminta kepada mu agar azab itu disegerakan, padahal Allah sekali-kali tidak akan menyalahi  janji-Nya. Sesungguhnya sehari di sisi Allah adalah seribu tahun dari tahun-tahun yang kamu hitung”(22:47)

“Dia mengatur urusan dari langit (ruang alam’) ke bumi (materi) kemudian urusan itu naik kepada-NYa dalam saatu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitungan mu”(32:5)

“Para malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya lima puluh ribu tahun” (70:4)

Dalam ayat-ayat di atas dikatakan satu hari sama kadarnya dengan seribu tahun dan lima puluh ribu tahun menurut perhitungan hari di bumi. Jadi kata seribu dan lima puluh ribu tahun menunjukkan betapa panjangnya waktu itu dan ini merupakan pernyataan simbolik, yang diungkap oleh Allah. Hal ini dapat dibukti ketika seorang yang telah pulang pergi ke orbit bulan tinggal berapa lama di orbit bulan , mereka mengatakan hanya sebentar saja.

Adapun proses penciptaan alam semesta selanjutnya, yaitu Allah melengkapinya dengan menciptakan hokum-hukum tertentu, yang disebut dengan sunnahtullah.  Hal ini dipahami dari percakapan simbolik antara Allah di satu pihak dan ruang alam  ( al-sama’) dan materi (al-ardh) di pihak lain.  Penafsiran ini ditopang sejumlah ayat seperti 17:77, 33:62, 35:43, 48:23, 36: 38-40, 6:96. Hasil penelitian ayat-ayat ini seutuhnya menunjukkan bahwa hokum-hukum alamyang telah ditetapkan Allah tersebut tidak akan pernah berubah dan menyimpang. Alam semesta tunduk kepada hokum-hukum rangan Allah tersebut. Dengan istilah lain, gerakan dan edaran ruang alam(al-sama’) dan materi (al-ardh) serasi dan sejalan, tidak saling bertentangan, ibarat tubuh yang satu.

Demikianlah proses penciptaan alam semesta yang dirangkai dari isyarat-isyarat yang disinyalkan al qur’an. Sebagaimana disinggung sebelumnya bahwa proses penciptaan alam semesta sebagai hasil “bacaan” terhadap “kitab alam” dapat dilihat dari hasil observasi sains kealaman. Tidak cukup dengan ungkapan  ayat-ayat yang ada di dalam al qur’an tanpa ada tinjauan dari ilmu pengetahuan yang bersifat kealaman.

Dalam kejadian penciptaan itu, alam semesta seisinya, terdapat di dalamnya tanda-tanda kebesaran Allah, yang menjadi obyek pemikiran manusia. Melalui pemikiran terhadap alam sekitar itu, manusia memperoleh kesadaran pengetahuan untuk menyusun konsep-konsep dan berusaha mewujudkan konsep-konsep itu dalam realitas kehidupan masyarakat untuk mencapai kemakmuran bersama. Dan realitas semua usaha manusia untuk mengatasi persoalan yang dihadapi sebagai upaya untuk meningkatkan kehidupannya adalah kebudayaan.

Dalam hubungan ini, penciptaan alam semesta seisinya tidaklah sia-sia, bahkan merupakan dasar bagi upaya pembentukan kebudayaan. Dari hubungan dengan alam yang ada di sekitar hidup manusia itu, manusia menempuh proses belajar, dan pengetahuan yang diperoleh melalui proses belajar memahami alam sekitar selanjutnya tumbuh berkembang sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan tingkat intelektual. Olaeh karena itu, realitas kebudayaan sepenuhnya dipengaruhi oleh tahap-tahap perkembangan intelektual.

Sebagai khalifatullah di muka bumi, manusia mengolah dan membentuk apa yang ada dalam alam semesta ini, menjadi bentuk baru berupa alam kebudayaaan. Dalam proses pembentukan itu manusia harus selalu berpegang teguh pada prinsip-prinsip

kebenaran yang terkandung dalam penciptaan alam dan ingat atas batas-batas wewenang yang diterimanya dari Allah sebagai khalifatullah, sehingga manusia bisa mendapatkan manfaat bagi kesejahteraan hidup manusia bersama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar