Cari Blog Ini

Kamis, 21 Juni 2012

KONSEPSI TUHAN DALAM ISLAM



Ketika seseorang mulai menyadari eksistensi dirinya, maka timbullah tanda tanya dalam hatinya sendiri tentang banyak hal, di dalam lubuk hati yang terdalam, memancar kecenderungan untuk ingin tahu berbagai rahasia yang masih merupakan misteri yang terselubung. Pertanyaan-pertanyaan itu antara lain, dari mana saya ini, mengapa saya tiba-tiba ada, hendak kemana saya.

Dari arus pertanyaan yang mengalir dalam bisikan lubuk yang terdalam, terdapat suatu cetusan yang mempertanyakan tentang Penguasa tertinggi alam raya ini yang harus dijawab. Ketika pandangan diarahkan ke lazuardi biru, maka hatipun bergetar, siapa yang menata langit dan membangunnya sedemikian kekar dan indah.

Ketika malam kelam, langit dihiasi dengan cahaya bintang, mengalirlah perasaan romantis mengagumkan. Tetapi di balik kekaguman akan romantika itu, hati mencoba menelusuri siapa Dia yang menempatkan letak-letak bintang yang begitu permai, serasi dan memukau.

Tatkala seseorang beranjak lebih dewasa dan mengenyam lebih banyak pengalaman, maka kecenderungan untuk ingin tahu itu lebih keras lagi. Nampak kian banyak misteri yang terselubung di balik kehidupan ini. Banyak keinginan tidak selamanya terpenuhi. Sebaliknya banyak kejadian yang mendadak tak diduga sebelumnya, maka siapakah penguasa di balik iradah dan kemampuan insan yang terbatas ini.
Pada tahap ini, bukan saja naluri yang bergolak tetapi otak dan logika mulai main untuk membentuk pengertian dan mengambil  kesimpulan  tentang adanya Tuhan. Demikianlah fitrah manusia bergolak mencari dan merindukan Tuhan, mulai dari bentuk yang dangkal dan bersahaja berupa perasaan sampai ke tingkat yang lebih tinggi berupa penggunaan akal.

Boleh jadi fitrah ini sekali-kali tertutup kabut kegelapan sehingga nampak manusia tidak mau tahu siapa penciptanya, namun kekuatan fitrah ini tidak dapat dihapuskan samasekali. Dia sewaktu-waktu muncul kepermukaan lautan kesadaran memanifestasikan kecenderungannya merindukan Tuhannya yang begitu lembut.  
         
Pengertian dan pemahaman manusia tentang Tuhan akan memberikan corak kepada perilaku dalam hidup beragama dan berbangsa. Kedangkalan dan kekeliruan dalam memahami konsep ketuhanan akan membawa akibat pula kepada kehidupan beragama dan bernegara. Oleh karena itu, diperlukan suatu pengertian yang lebih mendasar, agar dapat dibedakan secara filosofis.

Dalam ajaran Islam, pemahaman tentang Tuhan ini berawal dari pernyataan umat Islam tentang dua kalimah syahadat, yang pernah diungkap ketika seseorang menyatakan dirinya Islam. Karena itu, setiap umat Islam sangat perlu memahami dua kalimah syahadat  secara filosofis, karena semua persoalan aktivitas kehidupan umat Islam tidak dapat dilepaskan dari dua kalimah Syahadat ini..

A. Makna Dua Kalimah Syahadat  

Dua kalimah syahadat merupakan pernyataan dasar seseorang untuk masuk ke dalam Islam. Dalam ajaran Islam, pernyataan ini diucapkan ketika seseorang sudah sampai masa baliq (kedewasaan) dengan tanda, bagi laki-laki apabila telah mengalami mimpi mengeluarkan sperma (mani) dari kemaluannya, sedangkan bagi wanita apabila telah mengalami haid (cairan darah) dari kemaluannya. Menurut medis kedewasaan seseorang secara biologis diperkirakan, bagi laki-laki pada umur + antara 12 – 15 tahun dan bagi wanita + antara 9 – 13 tahun apabila dalam pertumbuhan biologis yang sehat.

Ketika seseorang telah mengalami kedewasaan sebagaimana diungkap di atas, maka peran orang tua untuk mengajarkan dua kalimah syhadat tersebut, sebagai suatu pernyataan untuk menyatakan bahwa seseorang telah berada (masuk) dalam Islam. Ini bukan berarti bahwa sebelum seseorang itu dewasa tidak diajarkan dua kalimah syahadat tersebut, jika seseorang berasal dari keluarga Islam. Dua kalimah syahadat ini perlu dipahami oleh siapapun yang telah masuk dalam Islam,  karena kalimah syahadat ini merupakan titik tolak awal dalam memahami Allah. 

Dalam memahami dua kalimah syahadat ini, tidak cukup hanya mengetahui arti dari kalimah tersebut tanpa menganalisanya lebih lanjut, ada beberapa pertanyaan yang perlu dikemukakan untuk memperjelas dasar keyakinan seseorang. Pertama, mengapa kata illah dinyatakan di dalam kalimah syahadat tersebut? Kedua, mengapa kalimah syahadat itu tidak langsung saja menyatakan kata Allah? Ketiga Mengapa hanaya nama Rasul Muhammmad Saw saja yang dinyatakan dalam kalimah syahadat?

Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut perlu diuraikan terlebih dahulu tentang pengertian illah dalam dua kalimah syahadat ini, yang sering kata illah diterjemahakan dalam bahasa Indonesia diartikan dengan kata Tuhan.
  
1. Pengertian Tentang Tuhan

Dalam bahasa Inggris kata Tuhan disebut God, antara lain diartikan dengan the creator and ruller of the univers (pencipta dan penguasa alam semesta) atau any being regarded as or worshipped as happing power over nature and control over human affairs (sesuatu yang dipuja atau di sembah karena melebihi kekuatan alam dan menguasai aktivitas manusia) Dalam bahasa Arab, kata Tuhan dinyatakan dengan kata rabbun yang artinya pembimbing atau ilaahun yang artinya gerakan atau dorongan. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, kata Tuhan diartikan sesuatu yang diyakini dipuja disembah oleh manusia sebagai yang Maha Kuasa, Maha Perkasa. 

Kata Tuhan merupakan bahasa yang digunakan  oleh bangsa Indonesia untuk mengungkapkan  sesuatu yang diyakini  dipuja  dan  disembah  oleh  manusia  sebagai Yang Maha Kuasa, Maha Perkasa. Asal usul kata Tuhan ini, hingga saat ini belum dapat diketahui dengan pasti,  dari mana kata tersebut berasal. Namun setiap bangsa Indonesia sudah dapat memahami apa yang dimaksud kata Tuhan tersebut.

Menurut Ibnu Taimiyah memberikan pengertian Tuhan (Al Ilah) ialah “yang dipuja dengan penuh kecintaan hati; tunduk kepadanya, merendahkan  diri dihadapannya, takun dan mengharapkannya, kepadanya tempat berpasrah kita berada dalam kesulitan, berdo’a dan bertawakal kepadanya untuk kemaslahatan diri, meminta perlindungan dari padanya, menimbulkan ketenangan di saat mengingatnya dan terpaut cinta kepadanya”    

Berdasarkan pengertian di atas dapat dipahami bahwa Tuhan itu dapat berbentuk apa saja, yang dipentingkan oleh manusia. Ini berarti bahwa sesuatu yang diyakini oleh manusia apapun bentuknya, jika menjadi suatu yang dipentingkan, maka telah menjadikan sesuatu itu Tuhan.   Oleh karena itu, jika diambil suatu kesimpulan, maka tidak ada manusia di atas dunia ini yang tidak mempunyai Tuhan. Namun persepsi setiap manusia memungkin kan terjadinya tanggapan dan pandangan tentang Tuhan yang berbeda-beda sesuai dengan tahap pemikirannya. 

2. Prosees Pemahaman Tentang Tuhan

Dalam literature sejarah agama, dikenal teori evolusionisme, yang berarti suatu teori yang menyatakan adanya sebuah proses dari suatu keyakinan yang amat sederhana hingga meningkat menjadi lebih sempurna. Menurut teori Evolusionisme dalam proses perkembangan pemikiran tentang Tuhan ini adalah sebagai berikut:

1. Dinamisme

Kata dinamisme berasal dari kata dinamo, yang berarti bergerak atau bangkit. Menurut paham ini, manusia sejak zaman primitif, telah mengakui adanya suatu kekuatan yang berpengaruh dalam kehidupan manusia. Mula-mula sesuatu yang berpengaruh tersebut ditujukan pada benda. Setiap benda itu mempunyai pengaruh pada manusia, ada yang berpengaruh positif dan apa pula berpengaruh negatif. Kekuatan yang ada pada benda-benda itu disebut dengan nama  yang berbeda -beda  pada setiap tempat, seperti  mana dari yang lainnya, dianggap mempunyai Mana yang hebat. Contohnya, pohon-pohon yang besarnya melebihi pohon yang besar lainnya, maka pohon itu mempunyai Mana yang hebat pula. Orang yang usia, kekuatan dan keberaniannya luar biasa juga dianggap  mempunyai  Mana  yang  luar  biasa. Benda-benda yang mempunyai Mana yang lebih dan yang lainnya disebut  fetesy atau jimat (melanesia), Tuah (melayu), Syakti (India) dan Kami dalam bahasa Jepang..

 Mana adalah kekuatan yang tidak dapat dilihat atau diindera dengan pancaindera dan oleh karenanya dianggap sebagai sesuatu yang misterius. Meskipun Mana itu tidak dapat diindera, tetapi ia dapat dirasakan  pengaruhnya. Sesuatu yang mempunyai kekuatan dari yang lainnya, dianggap mempunyai Mana yang hebat. Contohnya, pohon-pohon yang besarnya melebihi pohon yang besar lainnya, maka pohon itu mempunyai Mana yang hebat pula. Orang yang usia, kekuatan dan keberaniannya luar biasa juga dianggap  mempunyai  Mana  yang  luar  biasa. Benda-benda yang mempunyai Mana yang lebih dan yang lainnya disebut  fetesy atau jimat.

Untuk memperoleh ketenangan hidup dan agar terhindar dari gangguan Mana yang lain yang membahayakan, manusia harus .berusaha mengumpulkan Mana sebanyak-banyaknya. Orng yang memliki Mana yang lebih dari orang lain, biasanya dijadikan tokoh, Dukun-dukun, tukang sihir dan sejenis dengannya, akan menjadi sanjungan dalam masyarakat rimitif. Dia akan dikunjungi
oleh orang-orang untuk berobat, meminta advis dan minta benda-benda tertentu sebagai jimat.

2. Animisme       

Animisme berasal dari kata yang berarti jiwa dan roh. Di samping kepercayaan dinamisme, masyarakat primitif juga mempercayai adanya peran roh dalam hidupnya. Setiap benda yang dianggap benda baik, apakah benda itu mati atau hidup, mempunyai roh (roh dalam uraian ini tidak sama dengan pengertian roh dalam Islam). Oleh masyarakat primitif, roh dipercayai sebagai sesuatu yang akatif sekalipun bendanya hidup, mempunyai rasa senang dan rasa tidk senang serta mempunyai kebutuhan-kebutuhan. Roh itu akan senang apabila keutuhannya dipenuhi. Menurut kepercayaan nya ini, agar manusia tidak terkena efek negatif dari roh-roh tersebut haruslah diusahakan untuk memenuhi atau menyediakan kebutuhan-kebutuhannya. Saji-sajian yang sesuai dengan advis dukun adalah salah satu usaha untuk memenuhi kebutuhan roh itu.

Benda-benda yang ditakuti rohnya  ialah benda yang dianggap mempunyai kekuatan atau Mana yang hebat. Jika menurut nasehat dukun, suatu roh harus mendapatkan perlakuan tertentu, kemudian seseorang tidak melaksanakannya, maka ia akan dihantui oleh perasaan was-was dan takut. Jika menurut dukun, roh A pada hari Jumat Kliwon, misalnya memerlukan sajian nasi kuning, maka seseorang tidak dapat membantah kecuali menurutinya. Jika dukun menasehati cukup dengan air putih, maka cukuplah dengan air putih saja.

Pada masyarakat primitif, roh nenek moyang, benda-benda, binatang-binatang dan pohon-pohon yang dipandang mempunyai roh, akan disanjung, dihormati dan disembah agar dapat menolong dan membantunya. Ikatan manusia dengan hal-hal tersebut di atas baik lahir maupun batinnya amat kuat. Itulah sebabnya pada masayarakat ini terjadi penyembahan-penyembahan terhadap patung, pohon besar, binatang tertentu, laut apai dan lain-lain.

3. Politteisme

Kepercayaan yang disebut dinamisme yang sebenarnya bersamaan dengan kepercayaan animisme, lama-lama dinyatakan tidak memberi kepuasan, mengingat terlalu banyaknya yang menjadi sanjungan dan pujaan mereka. Roh yang lebih dari yang lain itu kemudian disebut dewa. Dewa itu mempunyai tugas dan kekuasaan tertentu sesuai dengan bidangnya. Ada dewa yang bertanggung jawab terhadap cahaya, ada yang membidangi masalah air, ada yang membidangi angin dan lain sebagainya. Nama atau sebutan dewa-dewa tersebut berbeda-beda pada masing-masing bangsa. Dewa cahaya, di Babilonia disebut Syam, di Mesir disebut Ra dan di dalam agama Weda disebut dewa Indra, sementara di Jerman disebut Thor atau Donnar.

Dalam kepercayaan semula antara satu dewa dengan dewa yang lain mempunyai kedudukan yang sama atau sederajat. Lambat laun, dianggap hanya ada satu dewa yang mempunyai kelebihan dari dewa yang lain, meskipun dewa-dewa yang ada dibawahnya tetap mempunyai pengaruh. Pada agama weda misalnya, ada tiga,  dewa Indra, dewa Mitra dan dewa Worouna yang masing-masing membidangi alam, cahaya dan ketertiban alam. Ketiga dewa tersebut membawahi dewa lainnya seperti Ani (api), Soma ( minuman), Pertiwi (bumi) dan lain sebagainya. Kepercayaan terhadap tiga dewa senior tersebut dikenal dengan istilah trimurti (tiga sembahan).

Sedangkan dalam agama Hindu trimurti adalah Brhama, Syiwa, dan Wisnu. Di samping trimurti, dikenal pula adanya konsep tritunggal (trinitas) pada agama kristen yang diartikan Tuhan itu ialah Allah

Bapak, Yesus dan Roh Kudus. Ketiga Tuhan itu adalah satu jua adanya.

4. Henoteisme

Perkembangan dari politeisme tidak memberikan kepuasan terutama terhadap kaum cendikiawan dari satu masyarakat. Oleh karena itu, dari dewa-dewa yang diakui, diadakan seleksi karena tidak mungkin mempunyai kekuatan yang sama. Mesti ada satu yang melebihi yang lainnya. Di dalam agama Yunani kuno misalnya, dewa Zeus sudah tentu lebih dimuliakan dari dewa-dewa dibahwanya. Dalam proses waktu, kepercayaan manusia meningkat menjadi lebih defenitif (tertentu). Satu bangsa hanya mengakui ada satu dewa yang disebut dengan Tuhan, namun masih mengakui Tuhan (ilah) dari   bangsa lain. Bangsa Yahudi yang ada di Mesi, meskipun telah mengakui Elohim sebagai Tuhannya, namun masih mengakui Ra sebagai Dewa bangsa Mesir. Kepercayaan semacam ini yaitu satu Tuhan untuk satu Bangsa disebut dengan henoteisme (Tuhan tingkat Nasional).

5. Monoteisme
  
Mernurut teori evolusi perkembangan terakhir dari proses pemahaman ketuhanan ini adalah monoteisme. Kata mono dalam bahasa Yunani diartikan satu, dan teisme dalam bahasaYunani disebut Theus diartikan Tuhan. Jadi monoteisme dapat diberi pengertian  “keyakinan terhadap Tuhan yang Maha Esa”. Ada bermacam-macam bentuk keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sebagai berikut :

-          Monoteisme Praktis adalah suatu keyakinan yang tidak mengingkari dewa-dewa lain, tapi hanya satu Tuhan saja yang diarah dan dipuja.

-          Monoteisme Spekulatif adalah suastu keyakinan yang terbentuk karena bermacam-macam gambaran Dewa-dewa lebur menjadi satu gambaran, yang akhirnya dianggap sebagai satu-satunya Dewa.

-          Monoteisme Teoritis adalah suatu keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, tapi dalam prakteknya lebih dari satu Tuhan

-          Monoteisme Murni adalah suatu keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa baik dalam jumlah, sifat dan perbuatan. Tuhan memiliki sifat satu-satunya, tidak ada duanya. Tiap sifat yang ditemukan pada alam, bukan sifat Tuhan. Tiap bentuk dan rupa yang ditemukandalam alam (termasuk dalam alamimajinasi pikiran manusia), bukan bentuk dan rupa Tuhan

Monoteisme murni jika di-Indonesiakan dapat disebut dengan Keesaan Tuhan. Islam mengistilahakannya dengan Tauhid (mengesakan). Tuhan Yang Maha Esa itu tidak mungkin ditemukan oleh pikiran manusia, hanya mungkin dihayati dengan hati. Satu-satunya yang menganut monoteisme murni diantara filsafat dan agama-agama di dunia sekarang, hanyalah Islam. Islam menyakini Monoteisme murni bukan produk pikiran atau hasil perkembangan pikiran, tapi adalah wahyu yang diturunkan oleh Tuhan yang Maha Esa sendiri melalui Utusan-Nya. Dengan demikian ujud keyakinan seperti ini sangant berlawanan dengan teori ilmu.
 3. Tuhan dalam Al Quran 

Menurut Fazlur Rahman dalam bukunya Tema-tema Pokok Alquran menyatakan bahwa Alquran adalah sebuah dokumen untuk ummat manusia. Bahkan  kitab ini sendiri menamakan dirinya “petunjuk bagi manusia” (huddal lin-nas) dalam surat 2: 185 dan berbagai julukan lain yang senanda di dalam ayat-ayat yang lain. Perkataan “Allah” adalah nama Tuhan yang sesungguhnya, lebih dari 2500 kali disebutkan di dalam Alquran (Tidak terhitung dengan kata ar-Rabb, ar-Rahman).

Dalam bahasa Alquran  kata Tuhan disebut “ilah”, kata “ilah” diungkap dalam Alquran sebanyak 113 kali dalam bentuk tunggal (ilaahun), dalm bentuk ganda (munthanna, ilaahaini) dan dalam bentuk banyak atau jamak (aalihatun). dengan rincian:

-                      80 kali disebut“ilaha, ilahin, ilahun” dalam  surat           2:133,163,255. 3:2,6,18,18. 4:87. 6: 102,106. 7:158. 9:31,129. 10:90. 11:14. 13:30. 16:2. 20:8, 14, 98. 21:25,87. 23:116. 27:26. 28:70,88. 35:3 37:35. 39:6. 40:3,62. 59:22,23. 64:13. 73:9. 3:62. 5:73. 7:59,65,73,85. 11:50,61,84. 23:23,32, 91,91. 28:38,38. 38:65. 40:37. 114:3. 2:163. 4:171. 5:73. 6:19,46. 14:52. 16: 22,51. 18:110. 20:88. 21:29, 108 22:34. 27:60,61 ,62,63, 64. 28:71,72. 41:6. 43:84,84, 52:43.
-     2   kali dinyatakan “ilahahu, dalam surat 25:43. 45:23
-                      2 kali disebut “ilahaka,ilahika”dalam surat 2:133.       20:97
-          10 kali diungkap “ilahakum, ilahukum” dalam surat
       37:4. 2:163. 16:22. 18:110. 20:88,98. 21:108. 22:43  29:46. 41:
      -   16 kali disebut “ilahan” dalam surat 2:133. 7:138, 140. 9:31. 15:96. 17:22,39. 18:14. 23:117. 25:68. 26:29,213. 28:88. 38:5. 50:26. 51:51.
-            2 kali disebut “ilahiyin” dalam surat 5:116. 16:51
-            1 kali disebut “ilahuna” dalam surat 29: 46

Ungkap ayat-ayat Alquran di atas, memberikan pengertian bahwa kata “Tuhan” atau “ilah” mempunyai arti yang beraneka-ragam. Ada yang bersifat fisik (Raja, penguasa,  dan  yang  lain-lain yang dipatuhi dan dipuja) dan ada yang bersifat abstrak (hawa nafsu, kepentingan pribadi yang dipatuhi dan dipuja).

Suatu yang dilema bagi bahasa Indonesia untuk menyatakan suatu keyakinannya menyebut nama Tuhan, karena tidak ada kata lain yang tepat untuk meyatakan keyakinan kepada Sang Pencipta,  namun konotasi yang dimaksudkan sudah dapat dipahami  bahwa arti kata Tuhan itu adalah sebagaimana yang diungkap dalam kamus Bahasa Indonesia adalah sesuatu yang diyakini dipuji disembah oleh manusia sebagai Yang Maha Kuasa, Maha Perkasa. Sementara Bahasa Alquran sangat membedakan kata ilah dengan kata Allah. Karena itu  kata ilah ini diungkap dalam Alquran untuk menunjuk kan  sesuatu keyakinan yang salah, yang berlawan dengan suatu keyakinan yang benar, Sebagaimana diungkap perbedaan tersebut dalam surat 45:23. Yang diterjemahkan sebagai berikut :

Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya (keinginan-keinginan) sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan Ilmu-Nya”…………

dan dalam surat 25:43, diungkap  dengan nada yang sama
Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya?

Alquran membedakan keyakinan manusia menggunakan kata  ilah, karena konotasi kata ilah membawa suatu keyakinan yang salah, sedangkan keyakianan dengan menggunakan kata Allah, adalah suatu keyakinan yang benar    karena Allah memberikan namaNya sendiri adalah Allah. Hal ini dinyatakan antara lain dalam surat 3:62. 38:65. 47:19. diterjemahkan sebagai berikut :

Sesungguhnya ini adalah kisah yang benar, dan tak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Allah; dan sesungguhnya Allah, Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”    
 “Katakanlah (ya Muhammad): Sesungguhnya aku hanya seorang pemberi peringatan, dan sekali-kalitidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Allah Yang Maha Esa dan Maha mengalakan”.
 “Maka Ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (Yang Hak) melainkan Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang Mu’min, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat tinggalmu”.

Alquran memberitahukan pula bahwa ajaran tentang Allah  diberikan juga kepada para Rasul sebelum Muhammad, dinyatakan dalam surat 11:84. 5:72 dan Allah menyatakan diriNya sendiri itu adalah Esa, dikemukan dalam surat 29:46. 20:98. 38:4, dan Allah menyatakan diriNya tidak dapat dilihat dengan mata diungkap dalam surat 6:103.

Alquran menyatakan nama Allah dengan kata ilahu wahid, dan ilahukum ilahu wahid, ilahan wahidan (Tuhan Yang Satu, Tuhan kamu Tuhan Yang Satu, Tuhan Yang Satu)

- Kata ilahu wahid dalam surat 2:163. 4:171. 5:73. 6:19. 14:52. 16:22,51. 18:110. 21:108. 22: 34. 41:6.
- Kata ilahukum ilahu wahid dalam surat 37:4. 2:163. 16:22. 18:110. 21:108. 22:43. 29:46. 41:6
-  Kata ilahan wahidan dalam surat  2:133. 9:31. 38:5.

Permasalahan muncul dalam kehidupan beragama adalah dalam memberi pengertian nama  Allah diartikan sama dengan kata Tuhan dalam bahasa Indonesia, sementara kata ilah diartikan juga dengan kata Tuhan dalam bahasa Indonesia atau bahasa lain. Disinilah letak kekuatiran umat Islam selama ini  dalam menggunakan kata Tuhan untuk nama Allah. Karena konotasi kata Tuhan sebagaimana telah diungkap di atas, dalam pengertian Alquran mempunyai arti yang beraneka-ragam.

Dengan mengemukan alasan-alasan tersebut diatas, maka menurut informasi Alquran bahwa sebutan yang benar bagi Tuhan yang sesungguhnya adalah sebutan ALLAH, dan kemahaesaan Allah tidak melalui suatu teori evolusi melainkan wahyu yang dating dari Allah sendiri. Ini berarti jika wahyu Allah itu diturunkan sejak Rasul Adam, maka konsep tauhid itu telah ada sejak datangnya Rasul Adam di muka bumi ini. Esa menurut Alquran adalah esa yang benar benar esa, yang tidak berasal dari bagian-bagian dan tidak pula dapat dibagi menjadi bagian-bagian.

Keesaan Allah adalah mutlak. Ia tidak dapat didampingi atau disejajarkan dengan yang lain. Sebagai umat Islam, yang mengikrarkan kalimat syahadat La ilaaha illa Allah harus menempatkan Allah sebagai prioritas utama dalam setiap gerak dan tindakan dan ucapannya.

Konsep kalimat La ilaaha illah Allah yang bersumber dari Alquran memang pentunjuk bahwa manusia mempunyai kecenderungan untuk mencari Tuhan yang lain selain Allah dan hal ini dapat kelihatan dalam sikap dan praktek menjalani kehidupan, maka perlu dipertegas dengan suatu pemahaman terhadap dua kalimah syahadat itu sendiri.

4 . Makna Kalimah Syahadat dalam Realitas Kehidupan

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia kata ‘makna’ dinyatakan dengan kata maksud atau arti. Dalam pembahasan ini yang dimaksud dengan kata makna adalah arti dari suatu pemahaman dengan sudut pandang Islam dan pendekatan filosofis dari kalimat syahadat yang dikaitkan dengan realitas kehidupan manusia.
Kalimat Syahadat di atas, untuk mendapatkan asuatu makna diperlukan suatu analisa, agar dapat dipahami dengan jelas makna yang tepat. Dari kalimat syahadat tersebut ada dua hal yang sangat perlu dipertanyakan, mengapa kata (ILLAH) termasuk dalam kalimah syahadat dan mengapa hanya nama nabi Muhammad SAW saja yang termasuk dalam kalimat tesebut.

Jika kalimat syahadat diterjemahkan maka artinya sebagai berikut “aku bersaksi/menyatakan tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammmad adalah utusan Allah”.  Terjemahan tersebut sangat popular didengar, namun jika dipahami secara mendasar maka kalimat tersebut merupakan kalimat penolakan dan sekaligus kalimat penerimaan, dengan pengertian bahwa kita menolak sesuatu yang tidak kita inginkan dan kita menerima sesuatu yang kita inginkan. Persoalannya sedikit rumit karena kita berbicara masuk dalam wilayah keyakinan.

Kata (LA) dalam kalimat syahadat, jika dianalisa dalam bahasa Arab disebut LA NAHIYAH DAN LA NAFIYAH, artinya “jangan sekali-kali” dan “tidak ada sama sekali” kedua pengertian ini dapat digunakan dalam memahami ungkapan dua kalimah syahadat tersebut. Kata (ILAH) dalam kalimat syahadat diartikan sebagai Tuhan, didalam bahasa Al Qur’an maupun bahasa Arab pengertian (ILAH) diartikan “sesuatu yang diyakini selain Allah”.

Namun dalam bahasa Indonesia kata Tuhan, jika dianalisa secara semantic mempunyai arti yang berabeka ragam, tidak semua manusia mempunyai persepsi yang sama. Disinilah letak persoalannya mengapa setiap manusia mempunyai pandangan yang berbeda-beda.

Dari analisa pengertian diatas dari sudut pandang lkeyakinan Islam, mka kalimat (LA ILAHA ILA ALLAH)  dapat diarti sebagai berikut”jangan sekalikali mengakui ada Tuhan kecuali Allah” dan atau “tidak ada sama sekali mengakui Tuhan kecuali Allah”. Jika pengertian yang dimaksud demikian, maka sebagai seorang muslim yang telah menyatakan ungkapan tersebut, berarti tidak ada lagi di dalam dirinya untuk mengakui sesuatu kekuatan kecuali Allah. Namun dalam realitas kehidupan sebagai seorang muslim, pengakuan seperti diungkap tersebut belum menjadi sebuah komitmen, baru hanya dibibir. Penomena ini dapat dilihat dalam keseharian kita.

Jika dipahami dari pendekatan filosofis, ketika seseorang telah menyatakan kalimat (LA ILLA ILA ALLAH)  ini berarti  pengakuan seseorang muslim terhadap dirinya bahwa tidak ada lagi Tuhan di dalam dirinya, yang ada hanya ALLAH, namun bukan berarti bahwa di luar dirinya, Tuhan tidak ada atau hilang. Dengan pengertian lain, jika kita mengatakan bahwa tidak ada sesuatu di dalam diri kita, bukan berarti sesuatu itu tidak ada di luar diri kita. Inilah yang dimaksudkan kalimat (LA ILAHA ILA ALLAH), dalam pemahaman sesorang muslim.

Suatu pertanyaan untuk memperjelas analisa dalam memahami Kalimat Syahadat tersebut adalah mengapa kata ILLA ini termasuk dalam kalimat Syahadat? Pertanyaan mengapa dalam pendekatan keilmuan memerlukan jawaban yang menggunakan landasan dan argumentasi yang jelas. Landasan pertama adalah Al Qur’an dalam surat 109: 1-6 dan 2: 256, serta 10: 99 yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai berikut:

“Katakanlah!: Hai orang-orang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kalian sembah, dan kalian tidak pula akan menyembah apa yang aku sembah, aku bukan penyembah apa yang kalian sembah, kalian bukan pula penyembah apa yang aku sembah, untuk kalian agama kalian dan untukku agamaku pula”

“Tidak ada paksaan dalam menganut agama, sebab jelas jalan yang benar dari jalan yang salah, Barang siapa yang ingkar kepada thaqut, hanya yang beriman kepada Allah, berate ia berpegang kepada tali yang berbuhul kuat yang tidak mungkin putus. Allah maha mendengar dan Mengetahui”

“ Dan kalaulah Tuhanmu menghendaki, tentulah akan beriman semua orang yang ada dimuka bumi ini seluruhnya, Apakah kamu hendak memaksa orang supaya mereka beriman semuanya”


Landasan kedua Hadist Rasullah SAW yang diterjemahkan sebagai berikut :

“ Setiap anak yang dilahirkan membawa fitrahnya, apakah bapaknya Yahudi ataukah nasrani ataukah majuzi” (hadist diriwayatkan oleh Buchari dan Muslim).

Dari landasan di atas, ada dua hal yang paling dasar yang perlu dipahami :

  1. Allah memberitahukan kepada manusia bahwa ada Tuhan lain selain Allah yang akan dipahami oleh manusia
  2. Allah memberikan kebebasan kepada manusia untuk memilih yang terbaik buat manusia

Dalam realitas kehidupan bahwa keanekaragaman yang ada bukan diciptakan oleh manusia justru Allah yang menghendaki. Kenyataan ini tidak dapat diingkari oleh manusia apapun bentuknya, oleh karena itu perbedaan, kebebasan atau kemerdekaan adalah hak yang diberikan oleh Allah kepada setiap manusia.

Perbedaan, kebebasan atau kemerdekaan dalam segala hal kehidupan yang diberikan Allah kepada manusia, merupakan sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain, namun Allah menghendaki perbedaan, kebebasan atau kemerdekaaan yang memiliki nilai-nilai kemanusia. Dalam arti bahwa perbedaaan, kebebasan atau kemerdekaaan yang mengindahkan aturan tata karma yang telah disepakati dalam kehidupan manusia walaupun tidak tertulis.

Perbedaan tersebut bukan perbedaan dalam arti fisik, karena perbedaaan dalam bentuk ini merupakan kodrat yang memang sudah berbeda. Perbedaan dalam bentuk ini semua manusia telah sepakat mengakui, namun perbedaaan dalam psikologis belum tentu dapat diakui oleh semua manusia, seperti perbedaaan pandangan, pendapat dan berpikir serta perbedaan dalam memilih agama. Al Qur’an mengajarkan kepada manusia untuk memberikan penyadaran bahwa perbedaan itu harus diakui adanya, dan bukan diartikan suatu permusuhan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar